Begitulah pemahaman yang diyakini oleh banyak orang. Yang sudah membuktikan juga banyak. Begitu lepas dari krim dokter terus jadi kusam, jerawatan, dan berbagai kondisi memburuk lainnya. Bahkan sebuah forum online yang sangat populer di kalangan wanita pun punya thread yang khusus membahas tentang upaya melepaskan diri dari krim dokter. Kalau baca-baca di situ, dijamin bakal ngerasa horor deh untuk nyoba-nyoba ke klinik kecantikan. Ditambah horor juga kalo mau ikut nimbrung, secara rulesnya di sana ketat banget dan moderatornya galak, suka nyunat postingan sambil negur pake bahasa Inggris. Berasa gimana gitu di hati, meski cuman dunia maya. Kadang membernya pun gak kalah jutek. Mending jadi silent reader aja deh. Lhoo kok jadi malah curcol :p

Ada satu pernyataan yang sejak awal saya dengar, saya merasa agak aneh. Jadi ada beberapa opini yang meyakini bahwa krim dokter itu menahan jerawat supaya muka bisa mulus terus kaya jalan aspal hot mix. Nah jadi, setelah gak pake krim tersebut, jerawat dan racun pada keluar semua bak kuda lepas dari kandangnya. *tolong abaikan pemakaian peribahasa yang kurang pada tempatnya ini* Pertanyaan saya, lalu jerawat itu pada ngumpet di mana selama pakai krim dokter? Kalau memang jerawat ditahan-tahan di dalam, apa mukanya gak seharusnya jadi tebel banget karena nyimpen gundukan-gundukan yang gak boleh keluar? Nyatanya malah pada mulus kinclong. Atau mungkin racunnya malah pindah ke bagian tubuh lainnya?
Jadi, benarkah krim dokter menyebabkan ketergantungan?
Arti Kata Ketergantungan menurut KBBI:
Ketergantungan: ke.ter.gan.tung.an
Nomina (kata benda)
(1) hal (perbuatan) tergantung;
(2) Istilah psikologi perihal hubungan sosial seseorang yang tergantung kepada orang lain atau masyarakat;
(3) [Dik]keadaan seseorang yang belum dapat memikul tanggung jawabnya sendiri
Mari kita analogikan dengan pasta gigi. Kita setiap hari menggunakan pasta gigi untuk membersihkan gigi secara maksimal. Setelah menyikat gigi dengan pasta gigi, gigi kita terasa bersih, kesat, dan aroma mulut terasa segar. Bandingkan jika suatu ketika kita berhenti menggunakan pasta gigi, jadi menyikat gigi hanya dengan sikat gigi dan air. Kira-kira apa yang terjadi? Akankah kondisi kebersihan mulut dan gigi kita masih tetap sama segar dan harumnya seperti waktu masih memakai pasta gigi? Apakah artinya pasta gigi menyebabkan ketergantungan? Jawabannya bisa iya dan tidak. Selama kita merasa dunia tak lagi sama tanpa pasta gigi, bisa jadi kita sudah mengalami ketergantungan pada pasta gigi.
Balik lagi ke masalah krim dokter.
Orang-orang yang cocok memakai krim dokter biasanya wajahnya cerah mulus cling banget, sampai-sampai lalat aja bisa kepleset kalau mendarat di situ *haha lebay*. Alami gak sih ada kulit kok bisa seperti itu? Padahal sesehat-sehatnya kulit bayi dan balita sekalipun gak semua semulus itu. Memang lembab, halus, dan kencang. Tapi selain itu, terkadang ada very little imperfections. Coba deh sesekali amati muka bayi dari dekat. Yang mahmud, bisa mengamati bayinya sendiri. Yang belum punya bayi sendiri, mungkin bisa coba pinjem bayinya tetangga.
Saya sejak beberapa tahun yang lalu berjuang berusaha menyingkirkan dark circle plus wrinkles di bawah mata. Saya pikir itu akibat kebiasaan begadang selama jaman kuliah. Maka mulai dari menyaur utang tidur, banyak-banyak minum air putih, sampai dengan pakai krim mata ini itu, semua dicoba dan gak ada yang ngefek. Malahan setelah beberapa hari nyoba rajin pakai collagen mask yang ditempel di bawah mata itu, sebagian kecil area kulit yang ditempeli jadi muncul tonjolan aneh plus sebercak noda gelap. Sampai suatu ketika, setelah mengamati tumbuh kembang dua balita saya, baru saya sadar bahwa wrinkles bawah mata yang saya miliki ini bisa jadi merupakan genetis. Kok berkesimpulan begitu? Masalahnya si balita berdua ini sejak masih bayi usia bulanan udah punya wrinkles samar. Kalau sudah genetis begini, satu-satunya cara adalah dengan tindakan estetis medis, dan jujur saya ogah. Makasih. Mending kuterima saja takdir hidupku inihh..... *nyanyi*
Apa sebetulnya yang dilakukan krim dokter?
Memenuhi kebutuhan pasien akan kondisi kulit ideal yang diinginkan. Pasien mau wajahnya bebas jerawat, oke. Pasien mau wajahnya putih, oke. Pasien mau pori-porinya kencang dan rapat, oke. Kita beruntung hidup di jaman di mana puluhan ribu riset ilmiah telah dilakukan terhadap berbagai jenis zat kimia dan kegunaannya dalam kehidupan. You just name it.
Dari pengamatan sederhana yang saya lakukan dari hasil menyimak forum-forum kecantikan dan blogwalking, saya menarik kesimpulan bahwa umumnya orang Indonesia itu maunya wajah bersih, glowing, bebas jerawat, kencang, awet muda, cerah, dan putih *siapa yang gak mau seperti itu, saya juga mau hehe*. Padahal, sesuai dengan sifat alami tubuh kita, kulit juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Gak mungkin berada dalam kondisi ideal terus-menerus. Bayi juga lama-lama tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa. Kulitnya juga mengikuti, gak mungkin muda terus kaya waktu masih bayi. Nah di sinilah krim dokter mengambil perannya, yakni melakukan intervensi terhadap cara kerja kulit.
Jadi, apa saja isi krim racikan dokter?
Obat. Ya, obat. Secara teknis, isi krim racikan adalah sejumlah zat kimia aktif yang melawan sifat alamiah tubuh, dalam hal ini kulit, demi mencapai target tertentu. Jika zat-zat tersebut digunakan dengan cara yang tidak sesuai prosedur, bisa membahayakan. Bahkan sesuai prosedur sekalipun masih memiliki potensi menimbulkan efek samping. Mirip banget dengan karakter obat kan? Untuk memenuhi kebutuhan yang saya sebutkan di atas, krim dokter mengandung setidaknya beberapa zat aktif yang sifatnya antara lain sebagai berikut:
1. Keratolitik
Zat jenis ini berfungsi mengikis sel-sel kulit paling luar dalam rangka memperpendek siklus pergantian sel sehingga kulit yang tampil ke permukaan selalu baru. Lapisan kulit baru ini memang terlihat lebih cerah dan lebih licin. Gampangnya, kita bayangkan saja kulit baru yang terlihat jika kulit kita luka sampai terkelupas. Efek sampingnya, kulit yang muda cenderung lebih tipis, sensitif dan photosensitive atau rentan terhadap sinar matahari yang mana mengandung UV. Efek samping lainnya, pergantian sel kulit yang sangat cepat kadang pada awalnya belum sanggup diantisipasi oleh sel kulit di atasnya sehingga menimbulkan peradangan dan penyumbatan pori-pori. Inilah yang biasa dikenal dengan proses purging.
Kalau ada yang ngebet banget sama hasil yang luar biasa, dokternya sanggup aja kok nurutin. Saya pernah baca curhatan dokter spkk dari sebuah institusi klinik kecantikan besar di Indonesia. Dalam sebuah sesi konsultasi, pasiennya diwanti-wanti untuk melindungi wajahnya secara serius nanti kalau sudah mendapat treatment. Saking seriusnya, sampai diminta berkomitmen untuk gak masak-masak dulu di dapur dalam kurun waktu tertentu. Tapi pasiennya gak mau hehe.... Harga sebuah kecantikan bisa lebih mahal dari nominal uang ya. Apa gunanya kulit cantik tapi gak bisa ngapa-ngapain? Beauty doesn't worth the pain for some extent.
**Lebih jauh tentang keratolitik:
Di sini
Di sini
Di sini
2. Antibiotik
Pernah gak, kebayang bahwa sebetulnya ada makhluk yang numpang hidup di kulit wajah kita ini? Adalah bakteri bernama Propionibacterium acnes (P. acnes) yang keluyuran nginjek-injek muka kita seenaknya tanpa permisi. Yaa mungkin mereka sudah kulo nuwun, tapi kitanya gak paham *abaikan* *dibuang*
Normalnya, si bakteri ini gak merugikan apa-apa sih. Masalah baru akan muncul kalau pori-pori tersumbat. Si P. Acnes akan berkumpul, berpesta pora, berkembang biak, mengeluarkan enzim, dan menyebabkan inflamasi. Kondisi tersebut menyebabkan hal yang umum kita kenal sebagai jerawat. Di sinilah antibiotik mengambil peran. Zat antibioik ini akan membasmi makhluk-makhluk mikroskopis yang berpotensi memunculkan gangguan jerawat tadi. Kasian gak sih, makhluk-makhluk mungil tadi dimusnahkan demi keegoisan kita pingin punya wajah cantik? *enggak*
**Lebih jauh tentang antibiotik dan bakteri penyebab jerawat:
Di sini
Di sini
Di sini
3. Penghambat pembentukan pigmen
Kepingin putih padahal secara genetis gak putih? Kalau lihat emak bapaknya pada cokelat kekuningan, harusnya keinginan di atas adalah hal yang mustahil, kecuali ternyata dia anak tetangga. Tapi berkat riset para ilmuwan *thanks to science*, untuk menjadi putih tidak lagi diperlukan mukjizat sihir ibu peri baik hati.
Aktor utama yang muncul sebagai gelap-terangnya kulit kita adalah pigmen. Bekas jerawat yang menghitam maupun dark spots tanda-tanda penuaan juga merupakan pigmen, sehingga dikenal dengan istilah hiperpigmentasi. Nah kalau sudah ketemu biangnya gini jadi gampang kan. Hambat aja si penghasil pigmen supaya gak bisa bekerja. Dicegat kek, disekap kek, diborgol kek *abaikan*.
Zat-zat aktif yang dapat menghambat pembentukan pigmen ada bermacam-macam. Beberapa di antaranya sering kita dengar seperti kojic acid, arbutin, azelaic acid, ekstrak mullberry, vitamin C, dan hydroquinone. Yang saya sebut terakhir ini dikenal sangat ampuh dalam mengatasi pigmentasi. Cara kerjanya adalah menghambat kerja hormon, tokoh di belakang layar yang bertanggung jawab pada pembentukan pigmen.

Bukankah hydroquinone berbahaya? Iya, jika digunakan melebihi ambang batas keamanan yang ditentukan. Jika masih dalam kisaran 2-5%, dikategorikan cukup aman untuk pemakaian harian. Lebih dari itu, harus di bawah pengawasan super ketat dari ahlinya. Namun meski ada ambang batas aman sekalipun seperti yang disebutkan di atas, pemakaian hydroquinone harian sebaiknya dibatasi sampai tiga atau empat bulan. Kemudian libur dulu selama dua minggu, baru kemudian bisa diteruskan lagi.
Zat anti pigmentasi ini akan bekerja secara maksimal apabila dibarengi dengan pemakaian tabir surya yang memadai. Karena salah satu bentuk proteksi alami kulit kita terhadap bahaya sinar matahari adalah dengan terbentuknya pigmen. Jika kulit tidak merasa terlindungi dari sinar matahari, dia akan berusaha keras menghasilkan pigmen. Makanya, orang Indonesia umumnya menggelap kalau kebanyakan beraktivitas panas-panasan. Kita jarang mengalami sunburn karena kulit kita memang diciptakan sakti ngadepin sinar matahari. Cukup adil kan, kita adalah ras yang ditakdirkan menghuni daerah beriklim tropis yang banyak mataharinya. Jadi sebetulnya jangan parno amat sama kulit gelap. Justru bersyukur punya kulit bisa jadi gelap. Sesungguhnya masalah baru akan muncul kalau wajah mulus putih berseri sementara tangan dan kakinya gelap tapi pede narsis di medsos. Ati-ati fotonya dijadiin meme dan disebar di Whatsapp dari grup ke grup.
**Lebih jauh tentang hydroquinone:
Di sini
Di sini
Di sini
4. Anti inflamasi dan anti iritasi
Zat-zat di dalam krim racikan cenderung keras dan sangat target oriented. Dalam melakukan fungsinya, terkadang zat-zat tersebut menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Beberapa di antaranya adalah berupa iritasi dan peradangan pada kulit. Nah demi tidak mengurangi rasa nyaman, disertakan pula anti iritasi maupun anti inflamasi. Salah satu zat anti iritasi yang paling populer digunakan adalah steroid.
Jadi, apakah steroid itulah yang bikin jerawat pada gak muncul selama memakai krim-krim racikan? Jawabannya adalah belum tentu. Jika krim sudah berisi antibiotik, maka jerawat hampir bisa dipastikan gak akan muncul. Jadi anti iritasi ini lebih dibutuhkan untuk meminimalkan efek kerasnya zat-zat aktif lainnya pada kulit.
Steroid berbahaya gak? Kalau digunakan melebihi batas jelas berbahaya. Pemakaian steroid jangka panjang bisa menyebabkan penipisan kulit secara abnormal. Kulit memang menjadi cerah tapi itu karena efek penipisan oleh steroid. Akibat lainnya dapat menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif. Bahkan bisa menyebabkan penyakit kulit macam dermatitis seperti testimoni seseorang yang diceritakan
di sini.
Selain itu, rumornya, bisa menumbuhkan rambut-rambut halus di wajah. Secara pribadi, efek yang disebutkan terakhir ini yang bikin saya super duper ogah menyentuh steroid-steroidan. Sudah cukup saya menjadi wanita yang genetically punya rambut halus di sudut-sudut bibir yang mengganggu. Meski gak sampe levelnya Iis Dahlia, tetep aja berpotensi bikin sebel selama sekian detik tiap ngaca.
**Lebih jauh tentang corticosteroid:
Di sini
Di sini
Di sini
Di sini
Kesimpulannya?
Krim dokter diracik khusus untuk kebutuhan klien, salah satunya adalah untuk melakukan intervensi cara kerja kulit supaya memperoleh hasil yang diinginkan. Nah kalau berhenti pakai krim racikan tadi, kulit bakalan berusaha balik ke kondisi alaminya dong. Sebagaimana proses purging diterima banyak orang sebagai proses adaptasi terhadap skincare baru, kulit pun harus beradaptasi secara berangsur-angsur supaya bisa jadi dirinya sendiri lagi. Proses adaptasi itu tergantung pada sejauh mana intervensi yang telah dilakukan terhadap sang kulit. Bahkan jika krim racikan dokter yang diresepkan itu super duper sakti dan dipakai dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa muncul potensi terjadinya perubahan kondisi kulit secara permanen. Salah satu contohnya, ada kenalannya teman yang dulunya setia patuh banget sama klinik kecantikan langganannya. Dampaknya sungguh tak terduga. Kulitnya sekarang jadi sangat sensitif terhadap produk perawatan otc apapun. Perawatan wahid sekelas SK II sekalipun gak bisa diterima kulitnya, padahal budgetnya ada. Ngeri ya. Bener-bener terbukti money can't buy everything...
Jadi, pengen konsultasi ke klinik kecantikan tapi masih galau: "Apa betul krim racikan dokter X di klinik Z ini bikin ketergantungan?" Sekarang sudah ada bayangan jawabannya kan. Logika sudut pandang ketergantungan ini sebetulnya berlaku juga untuk produk skincare yang dijual bebas. Semua tergantung pada jenis dan kebutuhan kulit kita masing-masing :)
Beberapa website yang cukup informatif untuk berguru:
WebMD
Paula Begoun
NCBI >> scientific vs myth
NCBI >> skincare aman untuk bumil dan busui
Health/howstuffworks
Drugs.com
Web lokal yang cukup oke untuk cari review produk yang mudah ditemukan di pasaran sambil menimba ilmu:
Tidak Ganteng >> ini lucu nih, karena yang review cowok jadinya jujur, apa adanya, dan rada gila
*NOTES:
Saya bukan pakar atau ahli kecantikan. Yang saya sampaikan di atas saya adalah hasil racikan dari berbagai sumber informasi. Saya hanya berbagi hasil pencarian saya dalam rangka menemukan jodoh yang pas untuk kulit saya. Siapa tahu bisa menyumbangkan sedikit manfaat bagi yang memerlukan. Saya akan dengan senang hati menerima koreksi, masukan dan perbaikan.
Saya sarankan, kalau ada masalah kulit, mending ke dokter spesialis kulit, jangan yang kecantikan. Bersikaplah kritis ketika berkonsultasi dengan dokter, dengan cara yang santun tentu. Banyak tanya mengenai isi kandungan, target, kemungkinan efek samping, dan yang semacamnya. Minimal, browsing dikit-dikit lah sebelum datang ke klinik.
Adik saya pernah ke klinik kecantikan X, yang kalau disebut namanya hampir semua orang pasti kenal. Waktu itu dia masih desperate banget akibat mukanya jerawatan parah. Oleh dokter di sana direkomendasiin seperangkat skincare plus obat oral. Dasar cowok, main ambil aja semua, gak pakai mikir. Ternyata obatnya ngaruh ke lambung, perutnya gak enak, mual terus. Cuma semingguan dipake, trus dia stop.