Wednesday, June 26, 2019

Review Exfoliating Serum Merk Lokal: Avoskin Miraculous Refining Serum With AHA 10%, BHA 3%, & Niacinamide


Dunia persilatan skincare saya berubah sejak mengenal AHA exfoliation. The very first AHA product yang saya coba adalah Paula's Choice Resist Weekly Resurfacing Treatment 10% AHA in sample size. It was completely a game changer. Sepanjang hidup, baru ini ada produk skincare yang efeknya bisa langsung berasa. Jadilah saya mendeklarasikan diri bahwa eksfoliasi AHA adalah sesuatu yang wajib masuk ke dalam skincare routine saya. Nah tapi masalahnya harga full sizenya Paula's Choice tuh mahal. Langsung deh kekep dompet sambil cari-cari alternatif merk lain hahahahahha... Syukur-syukur bisa dapet yang brand lokal aja.

Setelah pencarian bertahun-tahun (dan nyaris lupa), tetiba denger brand skincare buatan lokal bernama Avoskin yang keliatan keren packaging produknya. Iya bener, yang bikin saya tertarik emang kemasannya yang berasa kaya merk-merk internesyenel gitu. Receh banget ya saya ini qkqkqkqkkkk..... Eh tapi brand satu ini saya pikir emang beneran keren loh. Berbeda dengan merk lokal lain pada umumnya, web Avoskin cukup lengkap menjelaskan tiap-tiap produknya. Keterangan semacam deskripsi produk, 'How to use', dan 'Ingredients' ada semuanya. Ada user review juga. Profesyenel dan internesyenel feel banget pokoknya. Seneng deh, bisa bebas mempelajari kira-kira produk apa yang dibutuhkan tanpa perlu kena racun BA di toko :p

Konon produk Avoskin terlaris yang paling banyak direview oleh banyak beauty blogger maupun vlogger adalah essencenya, PHTE. Nah tapi mungkin karena saya bukan beauty blogger, selera saya mungkin jadinya agak menyimpang, selain karena udah punya my-own-holy-grail essence juga sih. Sewaktu nemu bahwa Avoskin punya serum yang mengandung AHA 10% dan BHA 3%, saya langsung mengalami '💡aha moment '. Menggiurkan, kayanya ini perlu dicoba nih.

Jujur, sebetulnya it took months after finding about the product on the website baru kemudian akhirnya beneran beli. Ahahaha..... Biasa lah, maju mundur maju mundur galau gak jelas gitu. Tapi setelah barang udah di tangan dan nyobain for the first time, ternyata OMG I'M IN LOVE!!!!

Packagingnya bagus, dove dark glass bottle with dropper dan tulisan embossed.
Ini adalah sesuatu yang quite eye catching bagi seorang banci packaging macam saya hahahaa....



Packaging claim:
Digunakan untuk
- mengeksfoliasi kulit
- mencerahkan warna kulit
- memudarkan noda hitam di wajah
- meratakan warna warna kulit
- mengecilkan pori-pori
- melembabkan kulit

Website claim:
Kombinasi AHA-BHA-NIACINAMIDE dari ekstrak natural bekerja secara efektif sebagai eksfoliator untuk membuat kulit lebih bersih dan cerah.

Key Ingredients:
10% Alpha Hydroxyl Acid (Glycolic), 3% Beta Hydroxyl Acid (Salicylic Acid),
2% Niacinamide, Ceramide, Hyaluronic Acid, Aloe Vera, Carot

Full Ingredients:
Water, Propylene Glycol, Glycolic Acid, Niacinamide, Salicylic Acid, Butylene Glycol, Amylopectin, Xanthan gum, Dextrin, Chamomilla Recutita (Matricaria) Flower Extract, Aloe Barbadensis Leaf Juice, Fucus Vesiculosus Extract, Rubus Idaeus (Raspberry) Fruit Extract, Acer saccharum (Sugar Maple) Extract, Portulaca Oleracea Extract, Hydroxypropyl Bisstearamide MEA, Polyglutamic Acid, Tetrasodium EDTA, Sodium Hydroxymethylglycinate, Triethanolamine, Dipropylene Glycol, Behenyl Alcohol, Ceteareth-20, Cholesteryl Isostearate, Tricaprylin, Cetearyl Alcohol, Squalane, Cholesterol, Stearic Acid, Dimethicone, Phenoxyethanol.

It's paraben free and fragrance free, but not silicone free. Ada Dimethicone di nomor dua terakhir. Mungkin itu yang bikin kulit berasa smooth tapi gak slippery.

Isinya berwarna putih susu. Teksturnya blob mirip gel, semi kental tapi mudah diratakan. Aplikatornya berupa dropper. Setetes aja keluarnya agak kebanyakan, udah buat muka dan leher pun kadang masih sisa. And no fragrance at all, sesuatu yang cukup langka di dunia per-skincare-an lokal.

Personal Experience
Serum ini saya masukkan sebagai first step di malam hari setelah foaming cleansing a.k.a cuci muka pake sabun. Trus saya biarin aja sampai menjelang waktu tidur. Kemudian saya cuci muka lagi, kali ini hanya dengan air. Lalu lanjut dengan skincare steps lainnya seperti toner, essence, dan another serum. Bagi saya, so far ini yang dirasa paling pas.

Hal pertama yang dirasakan setelah ditemplokin ke muka, kulit berasa halus seketika. Efek ini persis seperti dulu waktu pertama kali nyobain AHA exfoliationnya Paula's Choice. Ya kaya gini ini rasanya, seolah dosa-dosa rontok semua dan tumbuh kulit baru. Rasanya gak percaya, tangan jadi pegang-pegang wajah terus hahaha.... Produk skincare selanjutnya jadi jauh lebih cepat meresap. And that's not all. Keesokan paginya, apapun yang nemplok di muka jadi guampang banget ngeblend. Alhasil bisa ngirit skincare dan make up karena a little goes a long way alias seuprit aja udah cukup semuka sampai leher sekaligus.

As a side note, tipe kulit saya normal. Once in a blue moon cenderung agak kering sampai-sampai kalau pakai bedak keliatan cemong-cemong gak rata. Selain itu, saya biasanya gak pernah merasakan tingling sensation dari pemakaian produk-produk eksfoliasi AHA, dan begitu juga dengan serum berisi AHA 10% dari Avoskin ini.

But, Does It Really Work?
Honestly, the idea of putting AHA and BHA together with Niacinamide in a bottle got me baffled a little. Masalahnya, sejauh yang pernah saya baca, Hydroxy Acids adalah komponen yang ph dependant dan membutuhkan derajat keasaman tertentu untuk bisa bekerja dengan efektif. Komponen AHA dan BHA memerlukan ph kisaran antara 2.9 sampai dengan 3.9. Di sisi lain, Niacinamide berpotensi menaikkan ph. Lalu bagaimana dengan serum Miraculous ini?
Cuss saya ambil ph strip. Ternyata phnya  agak tinggi yaitu sekitar 4. Dengan ph segitu, kinerja AHA dan BHA tidak sampai 50% (bisa cek tabel di bawah ini ).

Sumber dari sini

Jadi meski labelnya mencantumkan AHA 10% dan BHA 3%, this can be considered as mild exfoliant karena gak semua kandungan komponen hydroxy acidnya bekerja penuh. Cukup aman untuk dipakai harian, tentu saja dengan melihat kondisi ketahanan kulit masing-masing ya. Nahh yang jelas terjawab sudah rasa bingung saya sebelumnya akibat tidak menemukan petunjuk berapa hari sekali seharusnya produk ini dipakai. Soalnya saya mengacu pada pengalaman memakai produk AHA 10% lain yang pernah saya punya yakni dari Paula's Choice dan dr. Refina. Paula's Choice memasang label weekly (interval mingguan), sementara produk dr. Refina menyarankan pemakaian 3 hari sampai seminggu sekali.


Hasil tes menunjukkan ph = 4

Final Verdict
Sesuai dengan namanya 'Refining', kulit berasa lebih halus kalau dipegang-pegang. Untuk efek sesuai klaim, sejauh ini pori-pori memang terlihat seperti lebih kencang sehingga kulit jadi agak mulusan. Bagian hidung yang biasanya kasar akibat komedo jadi lebih lembut. Sementara efek mencerahkan noda hitam dan lain-lain belum kelihatan. Melembabkan? Hmm masih butuh bantuan skincare lain untuk itu.

Baru pakai sebulan, itu pun ON dan OFF, gak rutin. Beberapa hari terakhir ini muncul beberapa little colorless bumps di pipi, entah karena serum ini atau gara-gara sempet kurang tuntas bersihin muka setelah pakai sunscreen seharian. So review ini akan diupdate setelah tiga bulan pemakaian. Semoga aja gak lupa ahahaha......

Repurchase?
Maybe. Masih berharap dapat exfoliator yang lebih mantep.

*Update:
Setelah tiga bulan pemakaian, saya menemukan cara yang paling cocok untuk memakai serum ini yaitu right after toner. It smoothens and brightens my complexion instantly a.k.a muka terasa halus dan kelihatan cerah seketika. Dan satu lagi, serum ini saya amati ternyata meredakan peradangan jerawat. Beberapa kali sempet muncul tonjolan calon jerawat yang memerah dan meradang, sehari kemudian gak sakit lagi dan batal jadi jerawat. Gak perlu lagi deh totol-totol Mediklin sambil panik ehehehe....

Sunday, February 10, 2019

Review SLS-Free Shampoo Untuk Haji dan Umroh: Beesline Apitherapy Daily Use Shampoo




Kali ini saya mau berbagi pengalaman tentang sampo yang selain SLS/SLES free, juga paraben free, silicone free, dan alcohol free. Nama samponya Beesline Daily Use Shampoo. Beesline adalah sebuah merk produk perawatan tubuh (dari kepala sampai ujung kaki, termasuk daerah genital) keluaran Lebanon. Daerah pemasarannya cuma seputar Timur Tengah. Pertama kali nemu sampo ini tanpa disengaja. Waktu itu saya sebetulnya cuma butuh sampo yang fragrance free karena kelamaan berada dalam keadaan berihram akibat bertepatan dengan jadwal haid, sementara rambut udah lepek dan kulit kepala rasanya gerah banget. Sampo non parfum yang dibawa dari Tanah Air cuma seiprit, kuatir gak cukup buat ngeramasin rambut saya yang panjangnya udah sebahu lebih. Pas belanja di supermarket Bin Dawood, eh nemu hajj kit a.k.a paket haji yang isinya semua fragrance free. Sempat tergoda kepingin beli, tapi untung akal sehat masih berfungsi dengan baik. Toh habis beli sabun merk lain yang non parfum (yang mana harganya mehong akibat beli di local pharmacy tanpa pikir panjang hiks), tar malah menuhin koper. Mending cari samponya aja kali-kali ada yang dijual terpisah. Eh ternyata ada dan harganya relatif murah (untuk ukuran sana) yakni cuma 15 SR, jauh lebih murah ketimbang harga seporsi bakso di food court dekat Masjidil Haram haha...



Setelah sampai di Tanah Air, Beesline Daily Use Shampoo ini masih saya pakai secara rutin. Menurut keterangan di web, selain untuk keramas, sampo ini juga bisa untuk badan. Praktis kan ya (meski setelah dipikir-pikir, sampo apapun sebetulnya mestinya juga gak masalah kalau dipakai buat badan). Tapi menurut saya kurang bersih kalau untuk sabunan, agak susah dibilas, beda dengan ketika dipakai keramas. Buat yang suka pakai shower gel yang klaimnya melembabkan semacam Dove atau TBS, mungkin cocok pakai Daily Use Shampoo ini.

Sejauh ini sampo tersebut cocok buat saya maupun anak-anak. Gak ada masalah apa-apa. Hal yang saya perhatikan, semenjak pakai sampo Beesline ini, kulit kepala saya gak bermasalah lagi. Sebelumnya saya selalu pakai sampo bayi karena kalau pakai sampo dewasa suka ketombean dan rontok. Hanya terkadang suka gatal-gatal dan entah kenapa di satu bagian tertentu pada kulit kepala ada muncul bekas luka. Dengan sampo Beesline, ini gak terjadi sama sekali.

Selama uji coba sampo Beesline, saya sempat sengaja skip conditioner. Rambut terasa cukup lembut meski gak sehalus jika memakai conditioner, masih bisa diatur dengan mudah, tidak kusut jika disisir dengan jari (FYI, saya gak pernah sisiran pakai sisir karena trauma dulu pernah mengalami masa rambut rontok luar biasa, serem aja liat sisir), gak berubah menjadi megar maupun lepek.

Apakah color safe?
Kalau dilihat dari komposisinya yang SLS free, seharusnya aman untuk rambut yang diwarnai. Kebetulan saya sudah mulai memanjangkan rambut asli, menyisakan tengah hingga ujung-ujungnya yang masih terdapat sisa-sisa proses bleaching dan pewarnaan. Terakhir kali, bagian tersebut saya toning pakai warna coklat. Sejauh ini sih saya gak melihat ada tanda-tanda warna yang luntur di sana. Kayanya bakalan jadi sampo andalan ketika nanti mulai mewarnai rambut lagi.

Tertarik mencoba?
Ini bisa jadi alternatif bagi teman-teman yang mau berangkat umroh atau haji. Gak perlu repot-repot bawa dari Tanah Air. Memperolehnya cukup mudah karena produk ini dijual di berbagai cabang supermarket Bin Dawood yang lokasinya tidak jauh dari dua masjid suci: Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Saya sendiri berencana kapan-kapan mau nitip kerabat yang berangkat ke Tanah Suci dengan pertimbangan tidak akan terlalu merepotkan karena selain barangnya kecil, rata-rata kenalan yang ke sana pasti bakal belanja di Bin Dawood. Sebagai informasi, untuk paket haji yang kecil (berisi sabun, sampo, pelembab, dan tasbih) dijual dengan harga sekitar SR 40an.


Ingredients List


Friday, February 8, 2019

Ayo Perempuan, Berdayakan Dirimu

Something came to my mind sehingga kali ini saya mendadak ingin menulis sesuatu yang rada serius. Pagi tadi, saya membaca tulisan yang bertutur cukup lengkap tentang kasus pelecehan seksual antar mahasiswa KKN di Balairung Press. Lumayan telat sih jika mengingat kehebohan kasus ini sudah lewat beberapa waktu yang lalu. Tapi membaca kronologi kasus tersebut membuat saya bertanya-tanya: sejauh mana sebetulnya seorang perempuan bisa memberdayakan dirinya untuk mendeteksi datangnya bahaya?

Saya jadi ingat, sewaktu KKN dulu sebetulnya sempat mengalami pelecehan seksual juga. Untungnya hanya berupa verbal. Tapi waktu itu saya segera merespon guyonan melecehkan yang dikeluarkan oleh rekan satu sub unit tersebut dengan cara menyampaikan secara tegas bahwa apa yang dia katakan sangat kurang ajar dan membuat saya tersinggung. Dan sejak hari itu, saya tidak pernah sedikit pun bersikap ramah dan tersenyum pada teman tersebut. I might have forgiven him (saat saya bersikap tegas, dia memang langsung meminta maaf) but I considered what he had done as unforgiven. It just gave me a hint what kind of human he was. Mengingat ini saya jadi muncul keraguan, apa iya Agni benar-benar berdamai dengan HS sang pelaku dengan hati legowo. Luka yang ditimbulkan pelecehan seksual itu bukan jenis luka yang mudah sembuh lho. Buktinya, sudah tak terhitung banyaknya pria dewasa homoseksual-pedofilia yang diawali dari trauma pelecehan seksual di masa kecil.

Setelah membaca tentang awal mula kasus KKN di atas, saya sedikit banyak menganggap ada peran keteledoran Agni dalam menjaga dirinya sendiri. Malam-malam sendirian pergi ke tempat di mana hanya ada pemuda. Apakah dia tidak pernah mendengar berita-berita tentang kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan yang marak menyerang perempuan yang sedang sendirian? Apa yang dia lakukan malam itu sebetulnya tidak jauh berbeda dengan berjalan ke kandang macan tanpa persiapan.

Saya masih ingat sewaktu jaman KKN dulu, terpaksa mengerjakan tugas laporan sendirian sampai larut malam karena cuma ada satu komputer di sub unit dan saya selalu kalah cepat dengan teman lain. Setelah merasa cukup, saya berniat balik ke kamar putri karena sudah mengantuk. Dari ruang komputer menuju kamar putri, saya harus melewati ruang tengah yang saat itu diisi beberapa pemuda desa. Kebetulan sejak rumah tersebut dihuni anak-anak KKN, beberapa pemuda desa suka datang untuk main dan menginap. Waktu itu sebagian besar sudah terlelap. Ruangan gelap. Hanya tersisa satu dua orang yang asyik nonton TV. Apa coba yang ditonton? Acara bioskop tengah malam (atau bioskop layar tancep ya, lupa) yang suka memutar film-film 17+ jadul yang bintangnya semacam Eva Arnaz, Him Damsyik, dan yang sejenisnya. Saya langsung gilo. Ih nontonnya gituan, pikir saya. Langsung deh kebayang kasus-kasus pemerkosaan yang pelakunya habis nonton bokep. Ya emang sih saya kebetulan lagi pakai jilbab rumahan gede dari bahan babat yang gak menarik gitu. Tapi kalau ada setan lewat, siapa yang tahu. Jadi saya langsung jalan aja, gak pakai noleh apalagi sapa-menyapa meski sebetulnya kenal dengan si penonton. Masuk kamar, kunci pintu, ceklek.

Saya pikir, selain dibekali dengan kemampuan membela diri, para perempuan juga perlu disadarkan untuk memahami situasi yang membahayakan dirinya. Salah satunya adalah dengan menerima fakta bahwa pikiran mesum itu tidak jauh berbeda dengan otak kriminal. Pikiran tersebut berada di alam bawah sadar dan akan muncul jika ada pemicunya. Maka kemudian pelajarilah dan kenalilah apa-apa saja yang bisa memunculkan pikiran mesum. Ibarat orang mengunci stang motornya supaya gak diambil maling. Preventif dan antisipatif.

Kalau melihat keterangan Agni memakai kerudung, saya yakin agamanya pasti Islam. Sementara itu di dalam Islam, masalah pergaulan antara perempuan dan laki-laki diatur sangat ketat. Salah satunya ya untuk mencegah pelecehan seksual itu tadi. Melihat kisah kasus Agni, ada aturan-aturan syariat yang dia abaikan dengan:
1. Keluar rumah pergi sendirian malam-malam tanpa ditemani teman perempuan tetapi malah mencari teman laki-laki.
2. Tidur sekamar berdua dengan laki-laki asing padahal sudah jelas dikatakan dalam hadis bahwa keadaan semacam itu akan disusupi setan sebagai teman ke tiga.

See?
Saya bukannya hendak menghakimi Agni. Saya termasuk yang setuju jika HS si pelaku dihukum seberat-beratnya dan kecewa dengan cara penanganan oleh pihak kampus beserta hasil akhir kasus ini. Tapi dari sisi Agni sendiri, ada beberapa hikmah pelajaran yang perlu diambil. Dia gak prepare, dia gak mempersiapkan perlindungan diri, dan dia gak aware sama sekali dengan situasi yang potensial berbahaya. Responnya yang lambat menunjukkan ketidakyakinan pada dirinya sendiri bahwa dia sesungguhnya dalam bahaya dan punya hak untuk marah seketika itu juga. Bagi saya, tidur sekamar dengan laki-laki lain itu adalah opsi yang mengerikan, dalam posisi berjarak sekalipun. Jika berada dalam posisi semacam, saya bakal pilih tidur bergelung di luar kamar, pinjem selimut. Bahkan bisa jadi malah bakal terjaga semalaman. Tapi yah saya juga gak begitu tahu kondisi pemondokan mereka di sana. Di jaman saya, satu rumah umumnya diisi satu kelompok (sub unit), minimal yang bergender sama. Tapi di kasus ini kok agak janggal, pemondokannya sepertinya terpencar-pencar.

Yah dengan tulisan ini, saya sebetulnya hanya ingin mengatakan kepada para sesama perempuan supaya mengasah nalurinya untuk bisa mengendus potensi bahaya pelecehan seksual. Jangan biarkan pertahananmu terbuka. Jaga jarak aman. Stay alert. Selalu waspada. Jangan lengah. Jangan tunjukkan dirimu lemah dan mudah diperdaya. Pasanglah sikap berwibawa.

Tambahan buat yang muslim, jangan pernah lupa setan ada di mana-mana dan akan selalu siap menggoda siapa saja yang lengah. Tipu dayanya sangat halus. Kamu mungkin sangat beriman sehingga kebal, tapi teman laki-laki di dekatmu? Siapa yang tahu.

Tuesday, January 1, 2019

Quick Review With Swatches: Pond's Instabright Tone Up Milk Cream


Pas liat iklan krim tone up ini di TV, saya langsung penasaran. Apa iya beneran akhirnya ada krim yang bisa bikin cerah instan seketika begitu, secara selama ini saya biasanya bisa memperoleh efek sejenis hanya dari sunblok saya yang merk Ristra dan Wardah. Akhirnya setelah maju mundur tiap liat di Indomaret deket rumah, suatu ketika comot aja deh. Ukuran kecil aja dulu yang seharga Rp 21.000,00. Namanya juga nyobain.


Ingredients:
Water, Niacinamide, Titanium Dioxide, Dimethicone, Stearic Acid, Isohexadecane, Cyclopentasiloxane, Glycerin, Butylene Glycol, Ethylhexyl Methoxycinnamate, Sodium Acrylate/Sodium Acroyldimethil Taurate Copolymer, Cetyl Alcohol, Phenoxyethanol, Potassium Cetyl Phospate, Perfume, Polysorbate 80, Alumunium Hydroxide, Sodium Ascorbyl Phospate, Sorbitan Oleate, Disodium EDTA, Pyridoxine HCl, PEG-4 Dilaurate, PEG-4 Laurate, Hydrolyzed Milk Protein, Hydroxystearic Acid, Iodopropynyl Butylcarbamate, PEG-4, BHT, Palmitic Acid, Arachidic Acid

Saya tidak akan banyak membahas mengenai kandungannya ya. Melihat Niacinamide sebagai komponen utama dan banyaknya komponen yang berfungsi sebagai sunscren, mungkin produk ini bisa dianggap sebagai tinted day cream. Saya sih gak terlalu berharap apa-apa karena selama ini Niacinamide gak begitu di kulit saya. Hanya saja ada sedikit hal yang mungkin bisa menjadi catatan. Ketika saya coba copas list di atas ke web COSDNA, ternyata ada cukup banyak komponen yang mendapat skor kurang baik dalam hal keamanan pemakaian jangka panjang.


Cara Aplikasi
"Gunakan krim seujung jari dan ratakan pada wajah dan leher..."
Sungguh ini adalah petunjuk yang menyesatkan. Pertama nyobain, saya kan patuh dong ya sama instruksinya. Eh seujung jari itu ternyata cuma cukup buat sebelah pipi aja. Setelah seujung jari dikalikan sekian, barulah akhirnya satu muka kebagian semua. Dan hasilnya gak bagus, keliatan cemong-cemong gak rata. Soalnya produknya ngeset di kulit dengan cepat, langsung kering gitu, gak bisa diblend lagi.

Percobaan ke dua, masih dengan cara yang sama yakni seujung jari dikalikan sekian tapi kali ini wajah dilembabkan dulu dengan moisturizer. Saya sempat mengira krim ini sebelumnya susah diblend karena mungkin kulit saya kurang lembab. Tapi ternyata hasilnya sama aja, tetep cemong-cemong. Jadi males deh. Dan krim ini pun sempat nganggur di atas lemari.

Saya sempat nyoba satu cara lagi yakni masih dengan produk seujung jari tapi lalu di totol-totolkan ke beberapa area wajah kemudian diblend, ala Maudy Ayunda di TV gitu. Hasilnya lumayan rata, tapi hasilnya sheer banget, gak mengcover noda apapun di wajah. Agak greyish, lebih mirip seperti pakai bedak yang warnanya lebih terang dari warna kulit.

Percobaan ke tiga, saya ganti metode. Kali ini saya agak royal. Pakainya langsung banyak kemudian diblend dengan cepat sampai rata seluruh wajah. Ternyata ini cara yang paling cocok buat saya. Hasilnya rata dan gak ada lagi cemong-cemong.

The Finish Look
Hasil finishing tone up cream ini powdery semi matte. Jadi kalau dilihat biasa, terlihat matte. Tapi kalau wajah tertimpa cahaya akan terlihat sedikit glow di area tulang pipi. Lumayan nutup noda-noda juga dan surprisingly menyamarkan pori-pori maupun komedo sehingga kulit terlihat flawless. Krim ini juga ngeblend banget di kulit, ringan gak berasa lengket atau gimana-gimana. Kalau disentuh rasanya ya kulit tapi halus. It's like skin but better. 

Tone Up Result
Efek instabright dan tone upnya gimana?
Nah ini yang saya kurang suka. Awalnya udah agak pesimis juga waktu liat warna krimnya putih susu begitu. Dan begitu diaplikasikan ke muka, warnanya gak bisa ngeblend sama sekali dengan warna kulit. FYI, brightness level kulit wajah saya adalah medium, sekitar NC30 di MAC. Krim tone up ini kalau dipakai hanya seujung jari, hasilnya greyish seperti orang pakai bedak keputihan. Kalau pakainya agak banyakan, warna kulit jadi rata dan flawless tapi ya itu tadi: putih. Nah pada suatu kesempatan sewaktu pulang liburan, kulit wajah saya menggelap karena gak pernah pakai tabir surya akibat lupa bawa (dan males beli *ditendang*). Iseng pakai krim tone up, hasilnya doengggg putih keabu-abuan! Asli jelek banget, berasa muka ini kaya ondel-ondel *pingin nangis*. Lalu coba saya ratakan sampai ke leher dan dada dengan maksud supaya gak terlihat belang. Eh ternyata pas di bagian leher dan dada tadi krimnya gak merubah warna seperti halnya di wajah. Kebetulan saya kesehariannya pakai jilbab jadi kulit tubuh cenderung lebih terang ketimbang wajah, mungkin sekitar NC20-25. Apalagi ditambah habis liburan wajahnya gak ditemplokin tabir surya sama sekali, jadilah timpang banget gelap terangnya. 

Swatches

Swatch tangan  1
Kiri before - kanan after
FYI, tangan saya setingkat lebih terang dari wajah

Swatch tangan  2
Kiri pakai krim
Kanan bare hand

Swatch tangan 3
Setelah dipakai nyuci piring dan dan alat-alat masak
secara hardcore. Masih stay in place,
gak ilang

Swatch wajah
Terlihat bedanya antara wajah yang pakai krim
dengan leher yang gak pakai apa-apa



Dari gambar-gambar di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa tone up krim dari Pond's bikin kulit tidak hanya jadi sekedar cerah tapi juga putih dan sifatnya waterproof. Dipakai buat wudhu, asal gak diusek-usek dengan brutal, gak bakal luntur atau meleleh dan masih anteng nangkring di tempatnya. Setelah dipakai wudhu ke dua atau ke tiga kalinya baru mulai keliatan memudar. Tapi memudarnya tetep sopan, bukan yang meleleh lumer bikin cemong gitu. Cuci muka pakai sabun bisa memudarkan tapi tidak maksimal, masih tersisa di beberapa tempat. Ini artinya perlu make up remover untuk membersihkan sampai betul-betul bersih tuntas, gak cukup cuma cuci muka biasa. Kalau saya sih biasanya pakai cleansing oil.

Kemampuan nahan minyaknya gimana? Nah kalau ini mohon maaf, kebetulan tipe kulit saya normal jadi no comment deh. Dipakai beberapa jam di dalam ruangan awet aja, gak oxidize atau menggelap.  Tapi emang belum nyobain dipakai panas-panasan sih. Gak pede keluar rumah dalam keadaan muka putih haha... 

Final verdict
Produk ini sebetulnya cukup bagus dari segi tekstur dan hasil finishingnya yang like skin but better, plus waterproof. Tapi untuk masalah warna, sepertinya lebih cocok untuk yang kulitnya medium to light. Anything darker semacam sawo matang, hasilnya bakal abu-abu. Buat saya, yaa lumayan lah buat kalau kepepet, asal muka pas gak lagi menggelap aja. Jangan lupa aplikasikan ke bagian tubuh yang lain seperti leher dan juga termasuk tangan supaya gak belang. Lucu aja kalau muka putih tapi tangan kuning. But definitely not going to repurchase. Saya balik mengandalkan sunblok andalan semula aja deh, yang lebih bisa bikin cerah tanpa perlu kuatir greyish...

[Part 2] Skin Journal, A New Journey - [Review] Laneige Clear-C Advanced Effector EX

Saya menulis part 1-nya ternyata sudah hampir setahun yang lalu. Dan habis itu lama banget ninggalin janji bikin part 2 yang tak kunjung te...