Menulis adalah sebuah proses yang melibatkan pasukan beranggotakan inspirasi, tendangan mood, serta pemikiran dan perenungan yang mendalam. Menulis terkadang harus dibarengi dengan proses riset kecil-kecilan demi mendukung objektivitas sehingga hasil tulisannya memiliki bobot minimal setingkat di atas gosip, curhat, atau omelan emak-emak di tukang sayur.
Sayangnya, pasukan di atas datangnya seringkali tidak bisa diatur semau kita semacam "Saya mau nulis jam 10 pagi. Ohh inspirasi dan mood, datanglah..." *kedip-kedip sambil pake nada ala iklan obat datang bulan* Oleh karena itu, sekali muncul, mereka harus cepat-cepat ditangkap dan segera dituangkan sebelum lewat begitu saja. Dan inilah penyebab salah satu kelangkaan penulis wanita yang produktif, terutama wanita yang sudah terjun payung ke dalam kehidupan rumah tangga.
Bayangkan, seorang ibu terbangun di pagi hari dengan kepala penuh inspirasi tulisan, tapi kebutuhan hidup beberapa manusia di rumahnya seharian itu juga bergantung di tangannya. Mana yang harus dipilih? Jawabannya sudah pasti, family first.
Atau di lain kesempatan, seorang ibu mendapat mood yang luar biasa kuat setelah seluruh peghuni rumah terlelap sehingga suasana menjadi begitu hening nan syahdu *lebay*. Looks like it's the perfect time to start the engine and just write. Tapi eits tunggu dulu. Tiba-tiba sang suami datang mendekat melempar senyuman penuh arti diiringi tangan yang sibuk menjelajah ke mana-mana. Well, familiar with this situation? Yang udah punya buku nikah pasti udah paham yee.....
Damn, it's so hard to write. Apalagi kalau anak-anak sudah mulai main ping pong pake virus. Kepala pening, pikiran cemas, dan kurang tidur adalah cemilan hari-hari. Dalam keadaan seperti itu, inspirasi dan mood pun bakalan ogah datang.
Jika ada wanita yang aktif berumah tangga bisa memproduksi tulisan, bisa jadi ada sejarah perjuangan panjang di balik penulisannya. Boro-boro pakai pamer cemilan teh atau kopi seduhan pasangan (seperti yang biasa diposting bapak-bapak), bisa berhasil menyelesaikan aja sudah prestasi luar biasa. Saya ada teman yang berhasil menghasilkan satu buku cerita bergambar untuk anak-anak. Waktu dipuji betapa hebatnya bisa produktif begitu, dia langsung ketawa ha-ha-ha sambil jawab, "Ini aja setengah mati ngerjainnya, mbaak." Lalu diikuti cerita tentang serentetan aktifitas hariannya yang gak jauh dari urusan rumah tangga. Yahh ujung-ujungnya tetep deh jadi curcol emak-emak yang kangen berproduksi selain dengan alat reproduksinya.
Jadi, kalau ada seorang penulis wanita yang cukup produktif, setidaknya ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia mungkin memiliki suami yang supportive dan penuh pengertian. Yang ke dua, mungkin malah tidak ada suami yang perlu diurus.
Kok suami dijadiin kambing hitam sih?
Karena anak, sesibuk apapun seorang ibu dibuatnya, sedikit-sedikit masih bisa diberi pengertian dari hati ke hati. Kalau suami? Kadangkala ada jenis yang rewelnya melebihi balita hahahaha.....
Semoga mbak nya suatu saat nanti bisa jadi penulis hebat.
ReplyDeleteSemoga suami dan anak2 mbak-e bisa memberikan dukungan yang terbaik
Aamiin