Suatu hari, saya dapat limpahan rejeki berupa sayuran organik segar dari seorang teman. Seumur-umur, saya baru kali ini pegang wortel yang masih berdaun lebat. Waktu masih ada di dalam kantong kresek, itu dedaunan yang menyembul keluar saya kira daun seledri. Tapi kok gak wangi ya. Jangan-jangan peterseli. Ehh pas ditarik keluar, taraaa..... Ada wortelnya ngahahahaha..
Wortel kalau kelamaan disimpan di dalam kulkas akan layu dan hilang kesegarannya. Batangnya akan gembuk (empuk), susah dikupas, dan teksturnya tidak renyah lagi. Maka dari itu, biasanya saya suka menyimpan wortel dalam keadaan matang lalu masuk freezer. Selain agar supaya awet, cara ini juga praktis. Setiap membuat masakan yang membutuhkan wortel, saya tinggal cemplang-cemplung saja. Tapi kali ini saya agak malas menggunakan cara itu. Hari sudah malam, anak-anak mulai merengek ngajak bobok, plus saya sebetulnya juga ngantuk banget. Menunggu wortel sampai matang dan relatif empuk kan lumayan makan waktu.
Sambil mengawasi para serdadu cilik beberes mainan menjelang tidur, saya sempatkan googling tips menyimpan wortel di dalam kulkas. Hasil pencarian merujuk pada tiga cara yang berbeda. Pertama, dibungkus kertas (selain kertas koran) tanpa dicuci. Cara ke dua, sama-sama dibungkus kertas tapi dalam keadaan sudah dicuci. Lalu cara yang ke tiga, direndam di dalam air dan diganti secara berkala apabila sudah keruh. Persamaan dari ketiganya adalah sama-sama mengharuskan menghilangkan bagian daunnya terlebih dahulu.
Aduh udah malem, ketemu tiga pilihan gini jadi galau. Dicoba semua aja deh. Toh wortelnya ada banyak. Dan setelah empat hari, inilah hasilnya:
1. Wortel yang disimpan tanpa dicuci. Warnanya paling kurang segar dibanding yang lainnya. Bagian luarnya paling kering sehingga perlu dikupas. Bahkan salah satunya sudah mulai agak gembuk.
2. Wortel yang disimpan dalam keadaan bersih.
Warnanya masih cukup oranye. Bagian luarnya sedikit mengering dan perlu dikupas. Kondisi dalamnya masih cukup keras dan renyah.
3. Wortel yang direndam dalam air.
Dapat dilihat, warnanya paling segar. Tidak ada yang mengering (yaiyalah, pan di dalam air). Tidak ada perubahan berarti pada kekerasan dan kerenyahannya.
Kesimpulan akhir, rupanya tips yang paling juara dalam mengawetkan wortel adalah cara yang ketiga. Menyimpan di dalam rendaman air bersih dapat mempertahankan kesegaran wortel cukup lama.
Sekian tips sederhana dari saya. Semoga bermanfaat dan silakan dicoba ^^
**Update setelah 16 hari (2 minggu):
Wortel yang di dalam air masih segar.
Wortel yang di kertas mulai agak gembuk.
Sekarang saya punya cara baru menyimpan wortel. Tinggal cuci lalu rendam dalam air dan masukin kulkas. Bisa belanja agak banyakan deh. Wortel akan awet relatif cukup lama, asal jangan lupa mengganti airnya jika sudah mulai agak keruh :)
Ini adalah tulisan lanjutan tentang bagaimana agar tidak perlu bolak-balik mewarnai rambut untuk menutupi rambut bagian akar yang baru tumbuh supaya tetap keren dan gak belang-belang. Tapi ini khusus untuk yang suka mewarnai rambut dalam rangka fashion yaa. Soalnya kalau treatment pewarnaan uban caranya agak berbeda.
Pada Part 1 yang lalu, saya menulis tentang shadow root, yakni menciptakan area transisi warna sehingga rambut terlihat bergradasi gelap-menuju-terang secara natural. Nah pada tulisan kali ini, saya membahas trik lain yang juga menarik juga untuk dicoba yakni lowlights.
Definisi lowlights adalah kebalikan dari highlights. Keduanya sama-sama menjadikan rambut jadi lebih berdimensi dan berkesan sunkissed look. Perbedaanya, highlights dibuat dengan cara membuat beberapa helai rambut menjadi lebih terang warnanya sementara lowlights justru menjadikannya lebih gelap. Seperti gambar di bawah ini.
Menambah lowlights pada
rambut blonde
Dari gambar di atas, bisa dilihat bahwa lowlights artinya menambahkan dimensi warna yang lebih gelap pada rambut. Pewarna yang digunakan adalah 1-2 tingkat lebih gelap dari warna rambut keseluruhan dan diaplikasikan pada beberapa helai rambut secara selang-seling. Sebagai catatan, gaya ini lebih cocok untuk yang rambut akarnya masih pendek banget alias bener-bener baru numbuh dan keliatan cuma dikit. Kalau rambut aslinya udah numbuh sekitar 10an cm, mending dikombinasikan dengan shadow root juga, biar gak aneh.
Lowlights dan shadow root
Untuk menciptakan lowlights, dibutukan teknik pewarnaan dengan menggunakan foil. Saya pernah nemu di sebuah blog DIY yang mengatakan bahwa foil itu dipakai cuman biar rapi aja. Hmmm bukan begitu juga kali yaa... Foil digunakan untuk memisahkan helai-helai rambut yang dikerjakan menggunakan teknik atau warna yang berbeda agar tidak saling tumpang tindih sehingga masing-masing proses tidak terganggu. Pada proses bleaching, foil membantu mempertahankan suasana lembab untuk mencegah krim bleaching mengering dan kehilangan daya kerjanya.
Teknik foil akan dibutuhkan juga dalam menciptakan lowlights. Fungsinya jelas, yakni menjaga agar cat warna gelap yang digunakan hanya mengenai helaian rambut yang sudah dipilih, gak mampir-mampir ke tetangganya. Tar bisa belang-blonteng dong. Sedikit tips buat DIY-ers, karena teknik foil ini gampang-gampang susah bin merepotkan, cek dulu bagaimana rambut kita biasanya disisir, mana poninya, belahannya di mana. Kemudian aplikasikan foil cuma di bagian yang bakalan paling terlihat aja, misalkan paling luar. Kalau rambutnya suka dikucir, ambil juga rambut bagian bawah (dekat leher) yang bakalan kelihatan. Yaaa agak tricky-tricky dikit lah. Namanya juga DIY hahaha.... Tapi kalau di antara teman-teman DIY-ers ada yang OCD, gemes banget sama kerjaan separuh-separuh, mengaplikasikan foil ke seluruh kepala juga boleh aja. Bikin foil buat lowlights ini relatif lebih gampang ketimbang bikin higlights karena gak butuh cepet.
Karena tujuan lowlights di sini adalah untuk menyamarkan rambut akar yang baru numbuh, maka warna pewarna rambut yang dipilih sebaiknya mendekati warna asli rambut kita. 'Kita' di sini maksudnya orang Indonesia yaa, jadi jelas warna rambut akarnya pasti gelap. Sama halnya dengan shadow root, pewarna rambut yang digunakan sebaiknya dicampur dengan krim developer dengan konsentrasi peroksida di bawah 20vol.
Krim developer
peroksida rendah
Sebetulnya pewarna rambut dengan konsentrasi peroksida rendah masuk kategori tersendiri yakni sebagai pewarna jenis demi permanen. Pewarna jenis ini rendah amonia karena memang ditujukan bagi yang ingin mewarnai rambut tanpa membuat jadi lebih terang (tone on tone) atau malah menjadikan lebih gelap (going darker). Tapi sayangnya, pilihan produk pewarna rambut demi permanen di Indonesia cukup terbatas. Berbeda dengan di luaran sana yang ada banyak pilihan. Untuk mengakalinya (DIY-ers harus banyak akal kan ya), bisa pakai pewarna rambut permanen yang dijual di pasaran tapi dengan krim developer yang dibeli terpisah. Seperti yang pernah saya sebutkan di Part 1 (link), Makarizo memproduksi krim developer 10vol dan Activator 2% sementara dari Loreal ada Deactivateur 9vol. Bisa juga sih pakai krim developer yang sudah disertakan dengan krim pewarnanya, tapi sebelumnya diturunkan dulu konsentrasi peroksidanya dengan mencampurnya dengan air non mineral atau bisa juga menggunakan conditioner.
Pewarna demi
permanen
Di akhir tulisan ini, saya sertakan link video tutorial bikin lowlights. Ada dua versi: versi salon untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang lowlights, dan versi DIY (at home) supaya bikin gemes pengen cepet praktek ngahahahaha.... Trial n error is fun selama kita membekali diri dengan pengetahuan. So, have fun ^^
Lowlights ala salon
Tutorial bikin lowlights sendiri
Disclaimer:
Saya bukan penata rambut profesional, just a hair enthusiast dadakan yang jadi rajin learning by stalking blog maupun forum rambut akibat 2x ngecat rambut di salon dan mendapati ternyata gak semua kapster yang bisa ngecat rambut itu paham sama produk pewarna rambut *ugh*